Kisah ini terjadi di sebuah desa kecil di bagian Tenggara.
Titin adalah wanita yang malang, tidak lama setelah
melahirkan anak laki-laki bernama Dimas, suaminya mengalami kecelakaan dan
meninggal.
Sejak itu, tinggal Titin dan Dimas, anak semata
wayangnya, mereka melalui hari-harinya dengan susah payah.
Karena Titin tidak menjalani perawatan pasca melahirkan,
sehingga muncullah akar penyakit pada dirinya.
Setiap melakukan banyak pekerjaan, sekujur badannya
selalu sakit, dan untuk itu ia selalu harus minum obat untuk mengatasinya.
Hari demi hari berlalu, entah sudah berapa banyak derita
yang dialami Titin, hingga akhirnya Dimas pun tumbuh besar.
Saat Dimas berusia 20 tahun, Titin yang mengalami
kelelahan jangka panjang akhirnya ambruk.
Dimas segera membawa ibunya ke rumah sakit, dan setelah
upaya penyelamatan yang mendebarkan, akhirnya Titin lolos dari maut, namun, ia
sudah tidak dapat berbicara lagi.
Sementara itu, tabungan di rumah pun sudah habis, dan
meninggalkan banyak hutang!
Dokter berkata Dimas, bahwa ibunya harus bergantung pada
obat-obatan untuk menjaga fisiknya.
Dimas pun menjadi cemas, karena sisa tabungan di rumah
sudah tidak seberapa lagi.
Sampai pada akhirnya, ia pun mendapat ide dan berkata
pada ibunya, “Bu, tabungan kita sudah habis, sementara penyakit ibu tidak boleh
ditunda. Aku dengar di luar bisa menghasilkan cukup banyak uang, aku ingin
mencobanya. Aku pasti akan bekerja keras, dan akan segera kukirim ke ibu begitu
dapat uang, kalau sempat aku pasti akan pulang menjenguk ibu. Sekarang ibu
terpaksa harus tinggal sendirian di rumah tanpa Dimas, ibu jaga diri baik-baik
ya!”
Titin hanya mengiyakan dengan menganggukan kepalanya pada
Dimas.
Keesokkan harinya, Dimas pun berangkat ke kota untuk
mencari kerja.
Dimas sampai di sebuah tempat penggalian tambang
batubara. Dimas pernah mendengar bekerja disana bisa mendapatkan banyak uang
dan tidak ada batas waktu kerja, semakin banyak kerja, maka uang yang didapat
pun semakin banyak.
Demi mengumpulkan uang yang banyak, setiap hari selama
puluhan jam Dimas berada di dasar pertambangan untuk menggali tanpa mengenal
hari.
Walau pun berat, tapi demi ibunya, ia merasa semua yang
dilakukannya itu layak untuk ibunya!
Saat hari pembagian upah, Dimas hanya mengambil sedikit
untuk biaya hidupnya sehari-hari, sisanya ia kirim untuk ibunya.
Hari itu, sang ibu menerima kiriman uang dan telepon dari
Dimas, anaknya.
Dimas menanyakan keadaan ibunya, dan mengingatkan untuk
jaga diri baik-baik selama ia bekerja dan kalau ada waktu ia pasti akan pulang.
Walaupun sang ibu tidak dapat berbicara, tapi Dimas bisa
mendengar hembusan senyum ibunya, dan Dimas menutup teleponnya setelah cukup
lama ngobrol dengan sang ibu.
Waktu bergulir dengan cepat, tak terasa lima tahun pun
berlalu, dan genap sudah lima tahun Dimas meninggalkan rumah dan ibunya, tapi
Dimas belum juga pulang.
Sementara sang ibu selalu mendapat kiriman uang dan
telepon dari Dimas. Setiap kali telpon, Dimas selalu bilang sibuk dan tidak ada
waktu, ia ingin mencari uang yang banyak supaya ibunya bisa hidup dengan
nyaman.
Ibunya selalu dihibur seperti itu lewat telepon selama 5
tahun. Hingga kondisi penyakitnya memburuk, saat hidupnya sudah di ujung
tanduk, sang ibu tetap bertahan, karena dia belum melihat anaknya.
Kepala desa yang melihat keadaan Titin seperti itu, ia
pun tak dapat menahan diri dan mengumpat, “Dasar Dimas anak kurang ajar, lima
tahun tidak pernah pulang sekali pun menjenguk ibunya, bahkan sampai ibunya
akan segera meninggal pun belum pulang juga, benar-benar anak durhaka!”
Tepat disaat kepala desa sedang emosi, tiba-tiba muncul
seorang pria di depan pintu rumah Titin.
Ketika melihat Titin yang terbaring lemah di ranjang, ia
pun seketika berlutut dan sambil menangis ia berkata, “Bibi, maafkan aku,
karena selama ini telah membohongimu, sebenarnya anakmu sudah meninggal 5 tahun
yang lalu, demi mengumpulkan uang yang banyak untukmu, ia bekerja sepanjang
hari. Malam itu ketika semua orang telah beristirahat, hanya dia yang masih
menggali di dalam pertambangan, tiba-tiba galiannya runtuh, dia terjebak di
dalamnya, saat ditolong keluar, ia terus memanggilmu”
“Di akhir hidupnya ia sempat merekam suaranya dan
memintaku untuk mengirimkan suara nya dan uang untukmu. Uang yang ia berikan
padamu adalah hasil kerjanya dengan mempertaruhkan nyawa!”
Kemudian sambil mengambil telepon genggamnya, ia berkata
pada Titin, “Saya nyalakan rekaman suara terakhir Dimas, anakmu.”
Dan sayup-sayup terdengar suara yang lemah, “Ibu, saat
ibu mendengar rekaman ini, mungkin aku sudah tidak ada di dunia lagi, maafkan
aku ibu, tidak bisa merawat dan menjaga ibu lagi di masa tua. Maafkan Dimas
yang selama ini telah berbohong karena aku takut ibu tidak sanggup bertahan.
Jika masih ada kehidupan yang akan datang, aku masih ingin menjadi anak ibu.
aku pasti akan membahagiakan ibu!”
Sudut mata Titin yang terbaring lemah di ranjang itu
sudah dibasahi oleh linangan air mata, dan perlahan-lahan nafasnya pun berhenti
seiring dengan berakhirnya suara rekaman Dimas, anaknya.
Sumber Artikel/Foto: Erabaru.net
Sumber Artikel/Foto: Erabaru.net